The
Man Behind the Gun
“Niat baik yang tak diiringi dengan pengetahuan yang benar, akan menjadi kesalahan tanpa sadar”
Tiba-tiba wise word dari Steve Jobs tergiang, kalau tidak salah “tanyakan satu hal penting dalam hidupmu setiap harinya”. Ya, cukup satu saja, tapi, setiap hari. Hmmh..pagi ini alhamdulillah mendapat kultwit yang cukup apik dari internet. Setelah disandingkan dengan berita yang saya lihat di sebuah stasiun televisi dan status yang dibuat oleh teman saya di unnes dulu, akhirnya tangan saya tergugah untuk mengkorelasikan beberapa clue yang mungkin dapat menjadi ‘jawaban’ atas pertanyaan ‘mengapa ya, sudah berbuat baik kok malah dapat respon yang kurang baik?’
Sebuah
tayangan berita yang disiarkan oleh salah satu stasiun TV menarik
perhatian saya. Fragmen berita tersebut diberi judul “Mereka Tidak
Menyerah”. Di dalamnya terdapat video pengakuan dari Ali Imron, seorang
komplotan pelaku pengeboman yang sempat terjadi di Hotel JW Marriot dan
di daerah Kuningan, Jakarta tahun 2003 dan 2009 lalu.
sumber gambar: katakamidotcomindonesianews.wordpress.com |
Video berdurasi
sekitar 3 menit tersebut menceritakan sebuah pengakuan tindakan
pengeboman oleh Ali Imron yang dihimpun bersama saudara se-mujahidin nya
yakni Mukhlas dan Hambali, dua nama yang sudah tak asing lagi di
telinga kita. Setelah menyaksikan keseluruhan dalam video tersebut,
berikut ini akan saya paparkan beberapa resume pengakuannya berdasarkan dari pertanyaan yang diajukan dalam video.
- Darimana Anda dapatkan ilmu merakit bom?
- Darimana Anda mendapatkan dana untuk merakit bom?
- Sejak kapan mendapatkan pelajaran bahwa ‘membunuh orang dengan mengebom itu termasuk jihad?’
- Apa yang diajarkan dalam perkumpulan mujahidin yang kamu ikuti?
- Siapa yang mengajarkan?
- Apa mereka mengajarkan untuk melakukan pengeboman pada tempat ibadah dan ruang publik?
- Apakah Anda merasa menyesal?
- Apa yang Anda ingin katakan kepada keluarga korban?
Jadi,
semua ini berawal dari keikutsertaan Ali Imron dalam mengikuti suatu
perkumpulan mujahidin. Disana Ia diajarkan oleh seniornya mengenai ilmu
di bidang militer. Salah satu ilmu militer yang dipelajari adalah ilmu
tentang fill engineering. Sebuah ilmu mengenai
perakitan, pembuatan sebuah mesin, termasuk merakit bom dan bahan
peledak lainnya. Dana untuk merakit sendiri berasal dari para anggota
yang tergabung dalam perkumpulan tersebut. Salah satu ilmu yang
diajarkan dalam perkumpulan itu sendiri merupakan sesuatu yang wajar
dalam konteks Islam, yakni berjihad di jalan Allah dengan mengerahkan
segenap kemampuan untuk menegakkan syari’at-syariat Islam. Ilmu merakit
bom yang diajarkan juga bukanlah untuk niat mencederai bahkan melakukan
kejahatan genosida kepada orang-orang di tempat ibadah maupun di ruang
publik. Hal yang kurang tepat disini dimulai sejak dirinya ditanami
doktrin-doktrin waktu duduk di kelas VI SD. Disana Ia diajarkan untuk
mengenyahkan siapa saja yang dirasa menentang hukum-hukum Islam demi
urusan jihad. Semua doktrin tersebut jelas sangat bertentangan dengan
ajaran Islam. Setelah ditelusuri, Ia menuturkan bahwa doktrin tersebut
muncul dari improvisasi arti jihad di mata senior-senior mereka. Terang
bahwa penafsiran pribadi menjadi dalil munculnya aksi pengeboman
tersebut. Karena Ali Imron pada saat itu masih menjadi junior dalam
perkumpulan tersebut, maka budaya ABS (Asal Bapak Senang) secara
perlahan mulai diterapkannya. Ia ikut saja dalam aksi pengeboman yang
terjadi, bahkan Ia sendiri menjadi pelakunya dan ikut mendengar suara
bom yang Ia ledakkan sendiri.
Denyut-denyut pembelaan
agaknya menyertai pengakuannya di akhir video. Ia mengatakan bahwa
sekalipun Ia seorang teroris, namun Ia masih memiliki hati nurani. Jika
oranglain merasa senang dan tersenyum atas keberhasilan aksinya, justru
Ia mengaku tak bisa tersenyum sedikitpun pada malam setelah pengeboman
berlalu. Ia mengaku menyesal dan apabila diperbolehkan ingin mengucapkan
beribu-ribu maaf yang sebesar-besarnya pada korban dan keluarga korban
sampai dengan akhir hayat hidupnya. Namun, kata maaf tinggallah maaf.
Apakah kata maaf dapat menghidupkan kembali orang yang telah meninggal?
Belajar
dari pengakuan Ali Imron diatas, terlepas dari kebenaran dan kebohongan
yang diungkapkannya, dari sini kita dapat mengambil beberapa pelajaran.
Yang pertama, sekali lagi pemahaman yang dangkal mengenai suatu
ideologi dapat mengakibatkan kesalahpahaman arti maupun tindakan. Memang
benar kata tembang jawa bahwa “ngelmu iku kalakone kanthi laku”,
menuntut ilmu itu baru afdhol apabila sudah diamalkan. Namun agaknya
kita perlu berhati-hati dalam mengartikannya. Jangan sampai pengembangan
dan penafsiran pemahaman menjadi tindakan salah kaprah yang tidak
berlandaskan apapun. Kedua, doktrin dari orang-orang terdekat memberikan
pengaruh besar terhadap pengembangan kepribadian seseorang. Itulah
mengapa bahwa membaur bukan berarti bercampur sehingga secara tidak
langsung muncul pedoman agar memilah teman tidak disamakan dengan
memilih-milih teman, dimana dalam Islam kita diajarkan untuk “ngumpuli
wong-wong kang sholeh”, artinya berkumpullah dengan orang-orang yang
dapat mengajak untuk berbuat kebaikan. Dan yang ketiga, dalam memandang
suatu masalah sebaiknya tidak memandang hanya dalam segi syari’at saja,
karena dalam Islam sendiri dikenal empat tataran keimanan. Selain
syari’at juga ada tarikat, hakikat dan makrifat. Keempatnya saling
mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Oleh
sebab itu orang yang memiliki niat baik seperti “The Man Behind the
Gun”. Apabila tanpa disertai dengan pengetahuan yang benar, maka pistol
yang dipegangnya dapat digunakan untuk membunuh kawan maupun dirinya
sendiri. Niat yang baikpun belum tentu menghasilkan respon yang baik,
terlebih jika dilakukan dengan cara dan tindakan yang tidak benar.
Sederhananya, iman (atau bisa diartikan niat) membuat segalanya terarah,
dan ilmu membuat semuanya menjadi mudah. Niat dan pengetahuan sama-sama
penting.
No comments:
Post a Comment
Write your comments here :)